< > -->

Friday, December 14, 2018

Perang Dagang Amerika vs China dan Dampaknya Bagi Indonesia

Perang Dagang Amerika Serikat vs China

Dalam beberapa tahun belakangan ini, mitra dagang Amerika dari Asia, seperti China, telah mendapatkan keuntungan besar melalui perdagangan mereka dengan Amerika Serikat (AS), yang sedang dilanda permasalahan deindustrialisasi yang meluas dan PHK pekerja pabrik.
Presiden AS Donald Trump telah mempertimbangkan permasalahan tersebut dan berjanji akan “kembali membuka lapangan pekerjaan di AS.” Di tahun pertama kepresidenannya, dia memulai perang dagang Amerika dengan efektif dengan menerapkan bea impor yang mahal untuk panel surya dan mesin cuci buatan luar negeri, yang merupakan bidang yang dikuasai China dan Korea Selatan selama ini.

Dalam beberapa bulan kedepan, Pemerintah AS berharap dapat meningkatkan dukungan tersebut dengan menerapkan peraturan tarif kepada lawan industri teknologi maju, dengan fokus utama menarget perusahaan China yang diduga melakukan pencurian yang melanggar hak kekayaan intelektual.

Risikonya adalah adanya kemungkinan meningkatnya perang dagang Amerika yang akan merusak hubungan negara terkait. Dalam upayanya untuk “melindungi pekerjaan di Amerika,” pemerintahan Trump dapat menciptakan kondisi yang membuat negara-negara yang memiliki industri unggul saling senggol. Yang menjadi taruhan tidak hanya era ekonomi global yang belum pernah terjadi sebelumnya, namun juga perdamaian antar negara adidaya.

Undang-Undang Tarif Smoot-Hawley tahun 1930, di mana AS memberlakukan tarif pada lebih dari 20.000 barang impor, menjadi salah satu faktor yang menyebabkan Depresi Besar diawal abad ke-20.
Sebagai negara ekonomi terdepan di dunia saat itu, proteksionisme agresif AS menyebabkan keruntuhan perdagangan global, karena setiap negara menerapkan langkah-langkah yang sesuai untuk mempertahankan industri lokal mereka.

Hasilnya adalah aksi saling menghancurkan perekonomian, yang memicu perang yang paling merusak dalam sejarah manusia. Dalam beberapa dekade terakhir, AS telah mencoba perang perdagangan virtual dengan hasil yang sering kali berujung bencana.

Ketika mantan Presiden AS Barack Obama memutuskan untuk menerapkan tarif 35 persen pada produk roda China pada tahun 2009, sang raksasa Asia tersebut merespons dengan memberlakukan pembatasan pada impor makanan AS.

Jika pemerintah Trump memberlakukan sanksi perdagangan baru, China kemungkinan akan merespons dengan merusak perusahaan-perusahaan AS yang telah beroperasi di wilayah mereka, sambil mencegah pihak lain untuk secara permanen membentuk pasar konsumen terbesar di dunia.
China dapat memulai dengan meninggalkan kontrak milyaran dolar untuk membeli pesawat Boeing AS dan lebih memilih untuk membeli European Airbus, memperketat peraturan tentang pembuatan dan penjualan produk Apple, mengurangi impor kedelai dan produk makanan AS, dan bahkan menarik tagihan atas pembelian yang dilakukan kebendaharaan AS, yang selama ini menjaga ekonomi AS tetap bertahan.

Pemerintahan Trump, bagaimanapun, tetap teguh dengan pendiriannya sambil memenuhi hasrat nasionalisnya. Secara khusus, kebijakan itu mengarah kepada penerapan perdagangan persenjataan tritunggal secara sepihak, yang dapat memicu sanksi luas terhadap China dan mitra dagang utama lainnya.

Keputusan tersebut termasuk keputusan dalam peraturan perdagangan AS untuk melakukan penyelidikan. Pada awal Januari, Departemen Perdagangan mengajukan sebuah laporan mengenai impor baja berdasarkan pasal 232 dari Undang-Undang Ekspansi Perdagangan tahun 1962, yang memungkinkan pembatasan perdagangan diberlakukan untuk melindungi keamanan nasional. Dalam beberapa bulan ke depan, pemerintah Trump harus memutuskan apakah akan memberlakukan tarif impor baja, yang akan mempengaruhi China – pengekspor baja terbesar di dunia.

Sebuah penyelidikan juga telah dimulai dalam kasus impor aluminium dan dalam hal pelanggaran hak kekayaan intelektual AS berdasarkan pasal 301 dari Undang-Undang Perdagangan 1974.
Trump telah memperingatkan “permintaan ganti rugi yang besar atas pelanggaran kekayaan intelektual”, yang dia klaim, “akan segera dirilis.” Jika ancaman tersebut terus berlanjut, Cina dan mitra dagang utama lainnya secara luas diperkirakan, setidaknya akan membawa AS ke pengadilan karena dituduh sebagai rezim yang melanggar perdagangan multilateral.

Skenario menakutkan ini akan segera memiliki efek berkesinambungan bagi seluruh ekonomi global, yang sangat bergantung pada hubungan perdagangan yang stabil di antara kekuatan-kekuatan pemuka perdagangan.
Yang nampak jelas adalah bahwa dalam waktu semalam saja AS telah berubah dari advokat unggulan perdagangan bebas menjadi penjahat proteksionis di mata teman dan musuh mereka. Ancaman yang lebih besar, bagaimanapun, adalah perang perdagangan akan berubah menjadi perang yang panas, karena semangat nasionalisme yang memadamkan hasil dari globalisasi.

Berikut adalah dampak dari perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan Tiongkok (China)


1. Ekspor Sawit Menurun

Dampak perang dagang Amerika vs China ini membuat ekspor sawit menurun. Padahal ekspor sawit ini adalah produk unggulan dari Indonesia.

Penurunan tersebut sangat jelas dibandingkan tahun lalu dimana ekspor sawir menurun hingga 17 persen.

Hal ini terjadi karena di beberapa negara melakukan kebijakan yang sangat ketat untuk kepentingan negaranya.

Contohnya, seperti Amerika yang menaikkan bea masuk prodek biodiesel.
Di Eropa pemerintahnya melarang penjualan minyak kelapa sawit. Serta di India, pemerintah setempat melakukukan peningkatan bea masuk antidumping untuk produk kelapa sawit.

2. Terganggunya Ekspor Produk Otomotif

Dampak lain yang dirasakan dari perang dagang Amerika vs China adalah terganggunya ekspor produk otomotif ke negara Vietnam.

Hal ini terjadi karena pemerintah Vietnam membuat kebijakan standarisasi baru tentang impor otomotif yang masuk ke negara tersebut.

Padahal sebelumnya, Vietnam tak pernah mempermasalahkan hal tersebut dan sudah teruji serta disepakati tentang standarisasi otomotif tersebut.

Karena hal itulah, delegasi Indonesia pun akan berupaya untuk melobi pemerintah membahas tentang ekspor produk otomotif tersebut.

Selama ini Vietnam menjadi pasar ekspor otomitif yang menguntungkan. Hal tersebut berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun lalu di mana Indonesia mendapatkan keuntungan sebanyak US$241,2 juta.

3. Ekspor Besi, Baja, dan Aluminium yang Terhambat

Dampak berikut dari perang dagang Amerika vs China adalah terhambatnya ekspor besi, baja, dan aluminium ke negeri Amerika.

Selama ini, Indonesia banyak mengekspor kedelai dan juga besi, baja ke negeri Paman Sam tersebut.

Mengingat perang antar kedua negara tersebut, menjadikan Indonesia berpotensi sebagai negara pengalihan dari kedua tersebut. Sehingga proses ekspor dan impor pun terganggu.
Selama ini Indonesia memang mendapatkan keuntungan yang besar dari ekspor tersebut. Seperti pada tahun 2017 keuntungan yang di raup dari baja dan alumunium sebesar US$19 juta dan US$70 juta.

4. Amerika Memutuskan Kebijakan Ekspor di Sektor Industri Tekstil

Dampak perang dagang Amerika vs China ini membuat Amerika memutuskan kebijakan ekspor dengan mencabut Generalised System of Preference (GSP) yang berada di sektor industri tekstil.

GSP adalah salah satu mekanisme perdangan yang memberikan penurunan tarif bea masuk dari negara maji ke negara berkembang dengan menggunakan form A.

Dengan dicabutnya GSP tersebut maka harga tekstil di AS sulit untuk bersaing dengan produk tekstil yang lain.

5. Berpeluang Menggantikan Produk yang Dibutuhkan oleh AS dan China

Adanya perang dagang ini membuat kedua negara tersebut pasti akan ada produk impor yang tidak terpenuhi. Oleh karena itu, kedua negara tersebut pastinya akan melirik negara lain untuk mengisi kekosangan tersebut.

Karena hal itulah, Indonesia berpeluang untuk bisa mengisi kekosongan tersebut. Sebagai contoh, China mengenakan tarif impor kedelai mahal tentu saja pihak AS akan mengganti produk tersebut dengan yang serupa di negara lain.

Melihat peluang seperti itu, Indonesia bisa saja menggantikannya dengan mengirimkan Crude Palm Oil yang memiliki khasiat yang sama dengan minyak nabati dari kedelai.

6. Melemahnya Sektor Keuangan di Indonesia

Dampak perang dagang Amerika vs China ini akan berimbas pada melemahnya sektor keuangan di Indonesia. Pihak Amerika membuat sebuah kebijakan yang disebut dengan kebijakan moneter di Amerika.

Mereka menaikkan suku bunga yang lebih tinggi dari standariasi yang biasa. Akibatnya para investor akan mengambil modal dari negara-negara berkembang salah satunya adalah yang ada di Indonesia.

Dengan melihat fenomena tersebut, pihak BI langsung cepat tanggap membuat strategi yang membuat keuangan negara stabil.

Strategi yang dilakukannya adalah menaikkan suku bunga, memastikan sejumlah negara terkai pasar keuangan yang berdaya saing, mendorong arus masuk modal asing, dan mengenadalikan defisit transaksi berjalan.

7. Neraca Perdagangan Indonesia Mengalami Defisit

Dampak yang terasa dari perang dagang Amerika vs China ini adalah neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit.

Menurut menteri perekonomian dan perdagangan, terjadinya defisit tersebut mulai terjadi sejak januari hingga Mei 2018.

Hanya pada bulan Maret 2018 saja neraca perdagangan di Indonesia mengalami surplus sebesar US$1 miliar. Hal tersebut terjadi karena Indonesia mampu bertahan menghadapi gejolak eksternal.

Untuk menanggulangi hal tersebut, pihak pemerintah akan mengupayakan perbaikan neraca dimulai dari sektor pariwisata. Karena selama ini, sektor tersebut banyak menyumbangkan devisa kepada negara.

8. Industri Keramik Terancam Dibanjiri Produk Impor

Adanya perang dagang antara Amerika vs China ini memberikan dampak yang berarti pada sektor industri keramik. Di industri tersebut sangat rentan untuk dibanjiri produk impor karena harga gas di dalam negeri pun masih bisa memenuhi apa yang ada di sektor industri.

Oleh karena itu, menteri perindustrian, yaitu bapak Airlangga pun akan mengupayakan cara untuk bisa mengurangi impor keramik.

Cara yang bisa dilakukannya adalah dengan membuat working level, working group, dan juga substitusi impor bahan baku yang bisa digunakan untuk investasi.

9. Menimbulkan Ketidakpastian dalam Perekonomian

Menurut ketua kebijakan publiks asosiasi pengusaha Indonesia, Sutrisno Iwantono. Dampak dari perang dagang Amerika vs China juga menimbulkan ketidakpastian ekonomi.

Artinya para pelaku usaha cenderung menahan diri hingga berdampak pada pertahanan pertumbuhan ekonomi dunia yang seharusnya bisa membaik.

10. Hubungan Antara Indonesia dan Kedua Negara tersebut Merenggang

Indonesia memang tidak ada sangkut pautnya terhadap perang ini. Hanya saja ketika kedua negara tesebut berperang dagang menimbulkan dampak yang begitu besar.
Selain dampak perekonomian, hubungan kekeluargaan Indonesia dengan kedua negara tersebut menjadi renggang. Terlebih ketika pihak Amerika Serikat mencabut kebijakan GSP tersebut.

Tak dipungkiri pula, bila hal tersebut bisa menyebabkan Amerika pun mengajak perang dagang dengan Indonesia. Namun, dari pihak Indonesia sendiri segera mengantisipasi hal tersebut dengan mengirimkan tim negosiasi agar hal tersebut tidak berdampak secara luas.


Referensi :

1. https://www.matamatapolitik.com/perang-dagang-amerika-china-akan-jadi-seperti-apa/ Tanggal Akses: Jumat, 14 Desember 2018. Pukul 18:21
2. https://www.folderbisnis.com/perang-dagang-negara-amerika-vs-china Tanggal Akses: Jumat, 14 Desember 2018. Pukul 19:19

Lakukanlah kebaikan sekecil apapun, karena engkau tidak akan pernah tahu kebaikan mana yang akan membawamu ke surga.

0 komentar:

Post a Comment

Berminat bekeja sama dengan saya?

Hubungi Saya
ARI ALIYANSYAH
081310609201
Tangerang, Indonesia

arialiyansyah.blogspot.com

Powered by Blogger.

Koperasi Simpan Pinjam Warna Artha

Koperasi Simpan Pinjam Warna Artha Sejarah KSP Warna Artha Koperasi Simpan Pinjam "Warna Artha" berdiri pada tahun 200...